Putussibau, 3 Desember 2017. Sebanyak empat orang pejabat kehutanan dari Sarawak (Forest Development of Sarawak/FDS) menyatakan kekagumannya pada upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (TNBKDS). Salah satu kekagumannya adalah proses pembuatan madu alam yang berada di Semangit kawasan TNDS. “Sangat luar biasa potensi madu hutan organik yang ada di TNDS, masyarakat tentu mendapat manfaat dari pemberdayaan masyarakat ini. Saya kira kita perlu mengembangkan metode penggunaan Tikung di Malaysia sebagai sarana berkumpulnya lebah untuk menghasilkan madu terbaik”, ujar Ibu Ratna Sri Dewi sebagai Koordinator Peneliti Lingkungan FDS. Kekaguman ini karena Pengelolaan Madu Lestari yang berlokasi di Semangit Dusun Batu Rawan Desa Nanga Leboyan, telah memiliki izin pengelolaan madu di dalam kawasan konservasi. Selain itu telah diakui dunia dengan sertifikasi di tingkat nasional maupun internasional serta berpredikat Halal dari MUI. Madu Hutan Organik ini diperoleh dengan metode Tikung dan dipanen secara lestari dan berstandar tinggi sehingga kebersihan dan kehigienisan madu hutan organik tetap terjaga. Kapasitas produksi bisa mencapai 20 – 25 ton pertahun.
Tidak hanya itu, saat berkunjung ke Dusun Kelawik Desa Mensiau rombongan pejabat kehutanan sarawak yang berjumlah empat orang kembali terkagum-kagum saat mendengarkan penjelasan masyarakat lokal yang menggunakan pewarna alami dalam proses pembuatan kain tenunnya. “sangat luar biasa kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk pewarna alami ini, jenis tumbuhan yang digunakan merupakan tumbuhan yang melimpah di daerah Sarawak cuma kita belum tahu penggunaannya bisa menjadi pewarna alami, dirasa waktu hari ini belum cukup untuk menggali potensi pewarna alami yang ada di Desa Mensiau ini”, ujar Ibu Ratna Sri Dewi. Menurut Ketua Kelompok Tenun Roselia, ada sekitar 34 jenis tumbuhan yang digunakan diantaranya daun Engkerabang Laut yang menghasilkan warna biru, daun Engkerengas menghasilkan warna hijau, Kayu Belian menghasilkan warna merah tua, daun Manggis menghasilkan warna hitam.
Dalam rangka mendukung energi baru terbarukan Balai Besar TNBKDS juga mengembangkan biogas. Saat meninjau lokasi biogas di Desa Manua Sadap rombongan FDS kembali berkeinginan untuk mengadopsi teknologi biogas yang diterapkan dengan memanfaatkan kotoran ternak. “Sungguh besar manfaat untuk masyarakat yang dilakukan oleh pihak TNBKDS, ini adalah langkah besar bagi Dusun Sadap untuk membangun perekonomian masyarakat sekitar kawasan area konservasi dengan menggunakan energi hijau, ini adalah contoh bagi pengelolaan kawasan konservasi yang selaras dengan pelestarian kawasan”ujar Awang Saimi salah satu rombongan . Menurut Parsaoran Samosir selaku Kepala Seksi PTN Wilayah I Lanjak, menerangkan bahwa latar belakang TNBKDS bekerjasama dengan International Tropical Timber Organization (ITTO) adalah kurangnya energi listrik, gas dan lainnya yang ada di Dusun Sadap. TNBKDS berinisiatif melakukan pembuatan Biogas dengah harapan ketergantungan masyarakat akan listrik, bahan bakar minyak tanah, gas dan kayu bakar bisa dikurangi” ujarnya. Sedangkan menurut warga pembangunan Biogas ini sangat banyak membantu masyarakat terutama pemenuhan energi listrik dan gas untuk keperluan sehari –hari. “untuk rencana kedepan dengan adanya Biogas ini kami akan membuat rumah produksi gula aren, keripik pisang dan aneka kerajinan sehingga perekonomian masyarakat yang ada di Dusun Sadap dapat meningkat.” ujar Moses Bungkung salah satu tokoh masyarakat.
Mengakhiri kunjungannya, rombongan diajak berkunjung ke Dusun Sungai Utik untuk mempelajari seni tato menggunakan pewarna alami. Tinta yang digunakan adalah bahan alami dari bahan – bahan yang ada di hutan, peralatan yang digunakan juga masih tradisional”, ujar Herkulanus sebagai Ketua Perkumpulan Tato Sungai Utik. Menurut Ibu Rosenita Anak Jubang yang masih keturunan Dayak Iban, bahwa tato tradisional di negerinya tidak berbeda jauh dengan seni tato yang ada di Sungai Utik namun perbedaan yang cukup signifikan adalah penggunaantinta yang berasal dari bahan alami. Selain melihat kesenian tato, tim juga melihat kerajinan – kerajinan dari Rotan, tikar bemban, ukiran, perkakas dapur dari kayu, pandan bemban dan lain – lain. “Sangat banyak sekali konsep pemberdayaan masyarakat dan produk yang dihasilkan dari program – program TNBKDS, banyak ide – ide kreatif yang berasal dari tempat ini yang akan kami bawa dan praktekan di negara kami sehingga perekonomian masyarakat yang hidup didalam maupun di sekitar kawasan dapat meningkat”, tutur Awang Saimi menutup kunjungannya.