Potensi Kawasan

Potensi Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum

{tab title=”1. POTENSI TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN” class=”blue”} 

1. KEANEKARAGAMAN FLORA TAMAN NASIONAL BETUNG KERIHUN

a. Tumbuhan Tingkat Tinggi (Pepohonan)

Hutan Dipterocarpaceae Dataran Rendah yang merupakan porsi terbesar dari TNBK mempunyai keanekaragaman jenis pohon yang tinggi dan umumnya dari marga Dipterocarpus, Dryobalanops, Hopea, Parashorea, Shorea, dan Vatica. Terdapat 695 jenis pohon yang tergolong dalam 15 marga, dan 63 suku yang 50 jenis diantaranya merupakan jenis endemik Pulau Borneo (Partomihardjo et al. 1998). Sebagai contoh adalah jenis Amyxa pluricormis yang merupakan kerabat kayu Gaharu (Aquilaria spp.) tidak hanya endemik Borneo, namun juga merupakan marga yang tunggal.

Keanekaragaman nabati yang tinggi ini terlihat juga dengan banyaknya jenis di setiap famili tumbuhan. Suku Dipterocarpaceae misalnya, mempunyai jumlah jenis terbesar yaitu 121 dari total 267 jenis yang tumbuh di Borneo. Marga Shorea saja mempunyai jumlah jenis tidak kurang dari 30. Suku tumbuhan lain yang mempunyai jumlah jenis banyak adalah Euphorbiaceae (73), Clusiaceae (33), Burseraceae (30), Myristicaceae (28), dan Myrtaceae (28).

b. Palem

Keanekaragaman kelompok palem cukup tinggi dan beberapa diantaranya merupakan jenis baru. Telah diidentifikasi sebanyak 60 species yang tergolong dalam 17 marga (Mogea 1998). Terdapat 20 jenis dari marga Calamus dan 15 jenis dari marga Pinanga. Hal yang menarik adalah ditemukannya 13 jenis record baru untuk Kalimantan Barat diantaranya adalah Areca insignis var. moorei, Calamus divaricatus, Daemonorops formicria, Pinanga variegata, Pogonium divaricatum dan Salacca dransfieldiana. Terdapat dua jenis baru palem yaitu dari marga Calamus dan Pinanga. Pinanga bifidovariegata Mogea Spec. Nova adalah palem jenis baru yang tingginya sekitar 75 cm dengan daun bercak-bercak hijau, berbuah merah cerah yang sangat cocok untuk tanaman hias di dalam ruangan (indoor ornamental plant).

c. Rheofita dan Tumbuhan Lantai Hutan

Koleksi dari daerah rheophyte yaitu daerah pinggiran sungai yang terpengaruh oleh pasang surutnya permukaan air adalah Myrmenauclea sp., Pandanus sp., Ficus sp.,Acorus sp., Schefflera sp.,dan Saurauia sp. Sedangkan jenis yang umum di pinggir sungai yang bukan tergolong rheophyte adalah Dipterocarpus oblongifolius, Saraca declinata, Diospyros sp., Aglaia sp., Dillenia sp., dan Sauraia sp. Jenis yang umum tumbuh pada daerah yang terganggu dan terbuka adalah Macaranga sp., Musa sp., Gigantochloa sp., Schizostachyum sp. dan beberapa jenis dari kelompok Zingiberaceae dan paku-pakuan. Sedangkan jenis yang umum tumbuh di lantai hutan adalah

Cyrtandra spp., Begonia spp., Urophyllum spp., Pinanga spp., Calamus spp., Pandanus sp. dan beberapa jenis dari suku Euphorbiaceae.

d. Anggrek

Khusus mengenai anggrek telah diidentifikasi 89 jenis yang tergolong dalam 40 marga (Gandawidjaja 1998). Secara garis besar penyebaran anggrek dipengaruhi oleh ketinggian tempat yang berkorelasi dengan tipe hutan. Jumlah jenis anggrek epifit lebih banyak dibandingkan dengan anggrek tanah.

Sebagian besar anggrek tumbuh menempel pada pohon besar di pinggir sungai yang menyiratkan bahwa anggrek memerlukan kelembaban dan sinar matahari yang cukup sebagai persyaratan hidupnya. Anggrek Dendrochilum lebih banyak ditemukan di hutan kerangas sedangkan Coelogyne asperata dan Coelogyne foerstermanii umum dijumpai di segala tipe hutan sebagaimana anggrek marga Agrostophyllum, Bulbophyllum dan Eria.

e. Epifita

Keanekaragaman jenis pohon di TNBK menghasilkan keanekaragaman epifit yang tinggi pula. Pohon yang paling banyak ditumpangi epifit adalah Dipterocarpus oblongifolius yang banyak tumbuh di pinggir sungai. Berbagai jenis anggrek bergantungan di pohon ini dan diantaranya adalah Agrostophyllum spp., Bulbophyllum spp., Coelogyne spp., Cymbidium sp., Dendrobium acuminatissimum, Eria spp., Flekengiria sp., Gramatophyllum speciosum, dan Pholidota sp. Disamping itu, jenis lain yang tergolong dalam lumut dan paku-pakuan banyak dijumpai pula. Jenis paku­pakuan yang ditemui diantaranya adalah Asplenium nidus, Athrophyum sp., Gonioplebium sp., Nephrolepis sp., dan Pyrrosia sp. Sedangkan epifit kelompok tumbuhan lainnya adalah Ficus deltoidea (Moraceae), Schefflera spp. (Araliaceae), Nephentes spp. (Nephentaceae), Medinilla spp. (Melastomataceae), Rhododendron sp. (Theaceae), dan Pandanus epiphyticus (Pandanaceae). Penyebaran tumbuhan epifit, terutama anggrek makin ke arah darat (menjauh dari pinggir sungai) makin jarang ditemukan.

f. Jamur dan Briofita

Dari kelompok tumbuhan rendah diidentifikasi sebanyak 12 jenis jamur dan 133 jenis lumut/Briofita yang tergolong dalam tiga kelas (Sujatmiko 1998). Kelompok lumut yang masuk kelas Hepaticopsida terdiri atas 19 suku dan 65 jenis, kelas Anthocerotopsida terdiri satu suku dan dua jenis, dan yang masuk kelas Bryopsida terdiri atas 19 suku dan 66 jenis. Secara taksonomi, keanekaragaman lumut di daerah ini komplit sekali karena dapat ditemukan dari lumut yang tergolong masih sederhana (Blepharostoma sp. Dan Trichocolea sp.) sampai jenis lumut yang sangat canggih dari kelas Bryopsida. Daerah Gunung Condong yang merupakan daerah tinggi di Sub DAS Embaloh mempunyai keanekaragaman jenis lumut yang lebih bervariasi dibandingkan dengan di daerah dataran rendah.

Berdasarkan tempat hidupnya, sebanyak 87 jenis lumut sebagai epifit, 18 tumbuh di atas tanah, dan 7 jenis tumbuh diatas batu. Keanekaragaman lumut di daerah ini memang sangat tinggi karena bila dibandingkan dengan hutan tropis di Kilimanjaro, Afrika hanya mempunyai 20 jenis lumut epifit dan dari kawasan Amerika Latin (Siera Maestra di Cuba dan Andes di Bolivia) hanya dijumpai 28 jenis. 

Fauna

1. KEANEAKARAGAMAN FAUNA NASIONAL BETUNG KERIHUN

Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) memiliki potensi keanekaragaman satwaliar yang tinggi. Laporan beberapa hasil inventarisasi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa TNBK memiliki keanekaragaman jenis burung, mamalia, reptilia dan herpetofauna yang tinggi. Gambaran potensi keanekaragaman jenis satwaliar untuk masing-masing kelas sebagai berikut :

a. Keanekaragaman Jenis Burung

Pada kelompok burung ini dihasilkan sebanyak 301 jenis yang tergolong dalam 151 marga dan 36 suku (Raharjaningtrah & Prayogo 1998). Jumlah jenis yang menonjol termasuk dalam suku Muscicapidae, Pycnonotidae dan Timilidae. Sebanyak 6 jenis merupakan temuan baru untuk Indonesia yaitu Acciper nisus, Dendrcitta cinerascens, Ficedula parva, Luscinia calliope, Pycnonotus flavescent dan Rhinomyas brunneata. Sebanyak 24 jenis endemik Borneo diantaranya adalah Arachnothera everetti, Calyptomena hosei, Calyptomena whiteheadi, Chlorocharis emiliae, Cyornis superbus, Dicaeum monticolum, Harpactes whiteheadi, Lonchura fuscans, Lophura bulweri, Malacocincla perspicillata, Megalaima eximia, Megalaima monticola, Megalaima pulcherrima, Napothera atrigularis, Oculacincta squamifrons, Pitta baudii, Pityriasis gymnocephala, Ptilocichla leucogrammica, Prionochilus xanthopygius dan Yuhina everetti. Sebanyak 15 jenis pendatang yang teramati diantaranya adalah Eudynamis scolopaceae, Ficedula mugimaki, Locustella certhiolata, Locustella laceolata, Motacilla cinerea, Tringa hypoleucos, dan Egretta garzeta. Khusus untuk burung pendatang Tringa hypoleucos dan Egretta garzeta hanya dijumpai di sungai besar Embaloh. Hal yang sama untuk burung Anhinga melanogaster, hanya dijumpai di Sungai Embaloh dan tidak pernah dijumpai di sungai-sungai kecil cabang Embaloh. Sebanyak 63 jenis burung yang ditemui di TNBK merupakan burung yang dilindungi oleh undang-undang, termasuk didalamnya adalah maskot Provinsi Kalimantan Barat yaitu Enggang Gading (Buceros vigil).

Keberadaan Enggang Gading ini terkait erat dengan keberadaan pohon-pohon yang berdiameter besar. Seperti diketahui jenis Enggang ini memerlukan pohon berdiameter lebih dari satu meter untuk tempat beregenerasi. Keadaan ini hanya ditemui di hutan dalam kondisi sehat berpohon besar dan tinggi yang bisa dikategorikan “hutan primer klimaks”. Tanpa interaksi dengan hutan seperti ini, jaringan siklus hidup Enggang Gading akan terganggu dan dampak panjangnya adalah punahnya jenis burung yang eksotis ini.

Berdasarkan jenis makanannya, terdapat 102 jenis burung sebagai pemakan serangga, 10 jenis burung pemangsa (Accipitridae), 4 jenis pemakan ikan (Alcedinidae), 21 jenis pemakan buah (Cilumbidae, Psittacidae, Bucerotidae dan Capitonidae), 20 jenis penghisap madu (Nectarinidae, Dicaedia dan Zosteropidae) dan hanya 3 jenis pemakan biji­bijian (Ploceidae). Selain itu, terdapat 17 jenis dari kelompok Pycnonotidae yang merupakan burung pemakan serangga dan buah-buahan dan 3 jenis dari Corvidae yang memakan bangkai dan serangga. Bahkan burung Sengayan tertera dalam “Red Data Book IUCN” yang sangat perlu dilindungi, disamping burung-burung yang dilindungi oleh peraturan Indonesia seperti Accipitridae, Alcedinidae, Bucerotidae, Dicaeidae, Nectarinidae, dan Zosteropidae.

b. Keanekaragaman Jenis Mamalia

Potensi keanekaragaman jenis mamalia di TNBK diketahui cukup banyak. Data tahun 2000 menunjukkan tidak kurang dari 48 jenis mamalia ditemukan di TNBK (TNBK 2000). Diantara jenis-jenis mamalia yang menjadi potensi kekayaan TNBK adalah Harimau dahan (Neofelis nebulosa), Kucing hutan (Felis bengalensis), Beruang madu (Helarctos malayanus), Kijang (Muntiacus muntjak), Kijang emas (Muntiacus atherodes), Rusa Sambar (Cervus sp.) dan Kancil (Tragulus napu).

Selain jenis-jenis mamalia tersebut di atas, di TNBK juga diketahui memiliki sedikitnya 18 jenis kelompok kelelawar (Chiroptera) dan 17 jenis kelompok pengerat. Khusus untuk kelompok kelelawar ternyata masih bisa ditemukan kelelawar pemakan kumbang (Cheiromeles torquatus) yang di Pulau Jawa telah dinyatakan punah. Jenis-jenis Bajing (Sciuridae) sebagai satwa yang aktif pada siang hari sering terlihat di antara tajuk pohon atau pun di lantai hutan. Beberapa jenis yang tercatat diantaranya adalah Callosciurus prevosii sbsp, Ratufa affinis coturnata, Ratufa affinis sandakanensis, Nannosciurus melanotis, Glypotes simus, Lariscus insignis, Sundasciurus lowii, Sundasciurus tenuis, Exillissciurus exilis, Rhinosciurus laticaudatus, dan Reithrosciurus macrotis. TNBK juga diketahui sebagai salah satu wilayah sebaran dari beberapa jenis primata. Setidaknya ada 7 jenis primata ditemukan di TNBK yaitu Orangutan (Pongo pygmaeus pygmaeus), Kelampiau (Hylobates muelleri), Hout (Presbytis frontata), Kelasi (Presbytis rubicunda), Beruk (Macaca nemestrina), Kera (Macaca fascicularis) dan Tarsius (Tarsius bancanus).

c. Keaneragaman Jenis Ikan

Untuk jenis ikan terdapat 112 jenis yang tergolong dalam 41 marga dan 12 suku (Rachmatika & Haryono 1998). Satu jenis ikan pelekat baru ditemukan dan diberi nama Gastromyzon embalohensis Rachmatika Spec. Nova. Suku yang banyak jenisnya adalah Cyprinidae, Balitoridae dan Cobitidae. Ikan Pelekat (Neogastromyzon nieuwenhuisi) dan ikan Kulung (Lobocheilus cf bo) adalah ikan yang jumlahnya cukup banyak, sedangkan ikan yang penyebarannya luas adalah ikan Kemayur (Nemachilus cf saravacencis), ikan Banta (Osteochilus microcephalus), dan ikan Seluang (Rasbora bankanensis). Ikan Buntal (Tetraodon leiurus) pun dapat ditemui di Sungai Embaloh.

TNBK pun menyediakan habitat yang cocok bagi ikan yang hanya ditemui di pulau Borneo. Terdapat 13 jenis yang endemik Borneo yaitu ikan Pelekat (Gastromyzon embalohensis), Neogastromyzon nieuwenhuisi, Neogastromyzon sp1., Neogastromyzon sp2., Glaniopsis multiradiata, Glaniopsis sp1., Glaniopsis sp2., ikan Arungan/Langkung (Hampala bimaculata), Homaloptera stephensoni, Protomyzon griswoldi, ikan Kemujuk

(Paracrossochilus acerus), ikan Tupai/Binkus (Gyrinocheilus pustulotus), dan ikan Batu (Garra borneensis). Paling tidak ditemukan 3 jenis ikan baru, satu jenis telah dipastikan penamaannya yaitu Gastromyzon embalohensis, sedangkan 2 jenis lain dari marga Lobocheilus (ikan Kulung dari Sungai Embaloh) dan Luciosoma (ikan Kenjuar dari Sungai Tekelan) sedang dalam proses pemastian penamaannya. Disamping itu, beberapa jenis ikan Pelekat merupakan catatan baru (new record) untuk Kalimantan dan Indonesia.

Penyebaran fauna ikan ini bervariasi menurut jenisnya. Jenis ikan yang mempunyai penyebaran luas adalah jenis Seluang (Rasbora spp.), Ikan Pansik (Botia hymenophysa), Ulanguli (Botia macracantha), dan Banta (Osteochilus waandersi) yaitu mulai dari sungai terhilir sampai sungai terhulu. Sedangkan jenis ikan yang penyebarannya agak sempit adalah berbagai jenis ikan Semah (Tor douronensis, Tor soro, dan Tor tambroides) yang hanya terdapat di sungai yang berair jernih yang umumnya bagian hulu dengan tipe habitat perairan berarus deras yang bebatuannya didominasi oleh batu ampar. Demikian pula halnya ikan Kebali (Osteochilus hasselti) yang umumnya berukuran besar mempunyai sifat penyebaran hanya di sungai bagian hulu.

Beberapa jenis yang intensif dimanfaatkan sebagai makanan adalah ikan Semah (Tor douronensis, Tor soro, dan Tor tambroides), Kaloi (Osphronemus seftemfasciatus), Kebali (Osteochilus hasselti), dan Tengadak (Puntius collingwoodi). Sedangkan yang potensial sebagai ikan hias dintaranya adalah ikan Batu (Schismatorhynchus heterorhynchus), Ulanguli (Botia macracantha), Pansik (Botia hymenophysa), Berbaju (Puntius tetrazona dan Puntius everetti), Ikan Pasir (Acanthopsis dialuzona), Ikan umpan (Puntius binocatus), dan Rasbora dusuniensis. Ikan Pansik, Ulanguli, dan Berbaju telah umum diketahui sebagai komoditi ekspor dan yang lebih menarik jenis Osteochilus pleurotenia merupakan spesimen temuan baru bagi Museum Zoologi Bogor (MZB).

d. Keanekaragaman Herpetofauna

Berdasarkan Iskandar et al. (1998), di TNBK setidaknya terdapat 51 jenis amfibi, 26 jenis kadal, 2 jenis buaya, 3 jenis kura-kura, dan 21 jenis ular. Beberapa jenis kodok (Bufonidae) dan katak pohon (Rhacophoridae) dari marga Ansonia dan Philautus juga diketahui sangat potensial sebagai jenis baru, disamping kelompok kadal dari marga Sphenomorphus, dan marga Calamaria dari kelompok ular. Satu jenis ular dari Gunung Lawit yang berhasil dikoleksi yaitu Stoliczkia borneensis merupakan specimen yang ketiga di dunia, selain satu jenis ular baru yakni Leptolalax hamidi. Banyak jenis dari kelompok Herpetofauna ini merupakan species “new record“. Di TNBK juga diketahui sebagai salah satu kawasan yang potensial sebagai habitat dari jenis buaya katak atau buaya muara (Crocodilus porosus) dan buaya sumpit (Tomistoma schlegelii).

e. Keanekaragaman Jenis Serangga

Survei serangga di TNBK baru pertama kali dilakukan dan ternyata keanekaragaman jenisnya sangat tinggi. Tidak kurang dari 170 jenis yang teridentifikasi terdapat hal-hal yang menarik bahkan ada jenis baru dari Coleoptera yaitu Niasia bukat Reid Spec. Nova (Reid 1998), juga temuan marga baru (Reid 1996). Paling sedikit 7 marga dari Chrysomelidae yaitu Apththonoides, Clavicornaltica, Gastrolinoides, Lipromorpha, Micrantipha, Niasia, dan Pachenephorus. Hal yang lebih menarik lagi bagi ilmu pengetahuan adalah ditemukannya masing-masing satu genus dari Dermestidae dan Dryopidae yang belum pernah dideskripsikan sebelumnya. Sedangkan jenis-jenis baru yang sedang dideskripsikan adalah dari marga Bruneixellus, Ischalia, dan Psephenoides. Selain itu, TNBK mempunyai 25 jenis semut yang tergolong dalam marga Hagaiomyrma, Myrma, Myrmhopha dan Polyrhachis.

{tab title=”2. POTENSI TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM” class=”orange”} 

2. KEANEKARAGAMAN FAUNA TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM

a. Ikan

Kawasan TNDS juga mempunyai keanekaragaman jenis ikan air tawar yang sangat tinggi dan menakjubkan dengan bentuk dan ukuran yang sangat beragam. Mulai dari ikan linut (Sundasalanx cf. microps) yang berukuran 1-2 cm dengan tubuh transparan, sampai ikan besar berukuran panjang hampir 2 meter (misalnya tapah dari genus Wallago). Kawasan TNDS juga dihuni oleh berbagai jenis ikan yang bernilai ekonomis, baik sebagai ikan konsumsi maupun sebagai ikan hias. Beberapa jenis ikan konsumsi yang disukai masyarakat adalah belida (Notopterus borneensis), baung (Mystus nemurus), lais jungang (Kryptopterus apogon), tapah (Wallago leerii), ringau (Datniodes microlepis), kedebuk/ikan bodoh (Oxyeleotris marmorata), toman (Channa micropeltes) dan jelawat (Leptobarbus hoevenii). Saat ini lebih dari 70% produksi ikan air tawar di Kalimantan Barat diperkirakan berasal dari kawasan ini. Jenis ikan hias yang dihasilkan yaitu ikan Ulanguli (Botia macracantha), Ikan Ringau (Colus microlepis) dan ikan Siluk merah (Sclerophages formosus). Dari hasil laporan yang disusun oleh Dudley, RG di publikasikan pada Borneo Research Bulletin pada tahun 2010 mengenai Nelayan di Suaka Marga Satwa Danau Sentarum menyebutkan bahwa perkiraan tangkapan ikan per tahun mencapai 7.800 ton – 13.000 ton per tahun.

Kawasan TNDS juga dikenal sebagai habitat utama ikan siluk/ arwana (Scleropages formosus) yang tercatat sebagai jenis ikan yang terancam punah dalam daftar CITES Appendix I. jenis ikan siluk varietas merah merupakan jenis endemik lokal yang hanya terdapat di kawasan Kapuas Hulu terutama di daerah perairan danau Kapuas. Populasi ikan tersebut kini telah menurun dengan drastis karena telah dieksploitasi secara besar-besaran. Ikan siluk varietas merah dikenal sebagai ikan hias dengan harga mahal. Jenis ikan hias lain yang terdapat di dalam kawasan TNDS adalah ulang uli (Botia macracanthus), ketutung (Balantiocheilos melanopterus), seluang hantu (Epalzoerhynchos kalopterus), engkadik (Botia hymenophysa) dan ringau (Datminodes microlepis)

b. Burung

Keanekaragaman jenis burung yang terdapat di kawasan TNDS juga sangat tinggi, beberapa diantaranya adalah jenis burung musiman. Namun demikian, beberapa jenis burung yang pernah tercatat dan sudah jarang ditemukan adalah jenis burung elang kelelawar (Machacramphus alcinus) luntur/papau (Harpactes sp), dan paok (Pitta sp) dimana burung papau dan paok adalah burung dengan sebaran terbatas. Beberapa jenis burung yang masih sering dijumpai adalah beluk ketupa (Ketupa ketupu), empuluk (Pycnonotus simplex), berbagai jenis rangkong/enggang (Anthracoceras malayanus, A. albirostris, Buceros rhinoceros, burung beo/tiong (Gracula religiosa), raja udang/bekakak (Pelargopsis capensis), elang samak (Haliastur indus), berbagai jenis bangau, tekukur, punai dan elang.

c. Mamalia

Kawasan TNDS merupakan habitat dari berbagai jenis mamalia yang dilindungi seperti orangutan (Pongo pygmeus pygmaeus), siamang (Hylobates muelleri), bekantan (Nasalis larvatus), beruang madu (Helarctos malayanus), Trenggiling (Manis javanica), Macan Dahan (Neofelis nebulosa), Kucing Merah (Felisbadia).

d. Reptil dan Ampibia

. Kelompok reptil yang dapat dijumpai adalah berbagai jenis ular, misalnya ular cincin mas (Boiga dendrophila), ular sawah (Phyton reticulates), dan telampar (Dendrelaphis pictus). Beberapa jenis biawak, kadal, kura-kura, dan bunglon juga masih sering ditemukan di daerah ini. Selain itu, tiga jenis buaya juga ditemukan, yaitu buaya muara (Crocodylus porosus), buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) dan buaya yang mempunyai kesamaan dengan buaya siam (Crocodylus siamensis) yang diduga diduga sebagai Crocosylus raninus. Kelompok ampibia terutama ditemukan di sepanjang Sungai Kapuas dan jarang ditemukan di kawasan danau

e. Lebah Madu Hutan

Kawasan TN. Danau Sentarum merupakan habitat lebah madu hutan (Apis dorsata) yang sanggup menyediakan madu 20 – 25 ton per tahun. 28.000 ha dari luas kawasan TNDS (25% dari total areal TNDS) dikelola oleh petani madu. Produksi meningkat 20 – 25 ton per tahun karena adanya organisasi kelompok periau. Sistem pengawasan mutu internal diterapkan oleh 453 petani dari 21 kelompok periau untuk diolah menjadi madu organik.

 

2. KEANEKARAGAMAN FLORA TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUM

Sebagian besar vegetasi di kawasan TNDS terdiri atas berbagai spesies tanaman dan semak belukar yang mempunyai kemampuan beradaptasi di daerah yang hampir selalu digenangi air sepanjang tahun. Dalam bulan-bulan basah tanaman semak tersebut dapat hampir seluruhnya terendam air. Menurut Geisen (1987) tipe-tipe hutan di dalam TNDS dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Hutan Rawa Putat

Tipe hutan rawa putat didominasi oleh perdu dan pohon-pohon kerdil yang selalu tergenang air antara 4-10 bulan lamanya dengan kedalaman air sekitar 5,5 meter. Tinggi pohon antara 5-8 meter. Tekstur tanah adalah liat sampai lempung berliat. Lapisan serasah sangat tipis. Jenis-jenis yang umum menyusun formasi hutan rawa putat adalah belantik (Baccaurea bracteata), putat (Barringtonia acutangula), pungu (Creteva religiosa), melayak (Croton sp), remut dan tengelam (Eugenia spp), tahun (Garcinia sp), dan mentangis (Randia sp). Di dalam komunitas ini tidak dijumpai rotan dan liana. Tumbuhan memanjat (epifit) hanya dijumpai pada bagian yang tidak tergenang air. Kadang-kadang dijumpai jenis-jenis rumput Cyperaceae.

b. Hutan Rawa Kawi

Hutan rawa kawi juga termasuk tipe hutan terbuka dengan tinggi pohon antara 6-25 meter. Tinggi rata-rata pohon 17 meter. Tekstur tanah adalah liat (kaolin dan illite) dengan lapisan serasah yang cukup tebal antara 1-3,5 meter. Jenis-jenis yang umumnya terdapat dalam tipe rawa kawi adalah mentangur (Calophyllum sp), lebang (Coccoceras sumatrana), timba tawang (Crudia teysmannia), kenarin (Diospyros coriaceae), kamsia (Eugenia sp), ubah (Eugenia sp), sikup (Garcinia celebica), tengkurung (Grewia sp), pekeras (Homalium caryophyllaceum), timbung (Kayea sp), medang rawa (Litsea sp), kemelat (Mallotus echinatus), kawi (Shorea balangeran), melaban (Tristania sp), menungau (Vatica sp), lilin (Urophyllum macrophyllum), dan musi (Thoracostachyum bancanum).

c. Hutan Rawa Rengas

Seperti tipe hutan sebelumnya, tipe hutan rawa rengas juga termasuk hutan terbuka yang banyak dijumpai di sepanjang Sungai Kapuas dan sungai-sungai lain di dalam TNDS. Hutan rawa rengas tumbuh di atas tanah dengan tekstur liat sampai lempung berliat, dengan ketebalan serasah sekitar 0,8 kg/m2. Jumlah jenis yang terdapat dalam tipe hutan ini relatif lebih kaya daripada hutan rawa kawi dan rawa putat. Jenis-jenis yang sering dijumpai dalam hutan rawa rengas adalah engkunik (Antidesma stipulare), cempedak (Artocarpus teysmannii), belantik (Baccaurea bracteata), lebang (Coccoceras sumatrana), ringin (Dillenia sp), kenarin (Diospyros coriaceae), ubah putih (Eugenia sp), rengas merah (Gluta renghas), perkeras (Homalium caryophyllaceum), kertik (Homalium sp), kemelat (|Mallotus echinatus), kelusuk bujang (Pternandra galeata), menungau (Vatica sp), adau (Tristania sp), lilin (Urophyllum macrophyllum), dan musi (Thoracostachyum bancanum).

d. Hutan Rawa Tempurau

Seperti hutan rawa rengas, hutan rawa tempurau dijumpai pada tempat-tempat yang relatif tinggi dekat Sungai Kapuas. Hutan rawa tempurau banyak ditebang dijadikan ladang oleh penduduk. Tingginya tingkat gangguan manusia ditunjukkan dengan adanya dominansi rotan, epifit dan tumbuhan bawah. Rata-rata tinggi pohon sekitar 22 meter. Jenis-jenis yang umum dijumpai adalah engkunik (Antidesma stipulare), puduk (Artocarpus sp), temelak (Buchanania sp), tempurau (Dipterocarpus gracilis), dadap hutan (Erythrina sp), kertik (Homalium sp), timbung (Kayea sp), medang rawa (Litsea sp), purik rawa (Mitragyna speciosa), nipis kulit (Nephelium sp), banyur hutan (Pterospermum sp), kebuau (Sapium indicum) dan rup (Shorea leprosula).

e. Hutan Rawa Gambut Kelansau-Kerintak

Tipe hutan ini banyak dijumpai di kaki-kaki bukit dan sebagian besar telah dieksploitasi kayunya, terutama jenis-jenis kayu komersial. Pada hutan rawa ini juga dapat dijumpai lapisan gambut. Tinggi rata-rata pohon sekitar 23 meter dan tinggi pohon kelansau dan kerintak dapat mencapai 50 meter. Selain jenis pohon, liana, tumbuhan bawah, lumut, dan epifit sering dijumpai. Jenis-jenis yang umum dijumpai adalah mentangur batu (Calophyllum sclerophyllum), kulit lawang (Cinnamomum sp), empaik (Crudia sp), juing rimba (Dillenia sp), malam (Diospyros sp), kalansau (Dryobalanops abnormis), berbagai jenis jambu-jambuan seperti tengelam, ubah putih dan ubah merah (Eugenia sp), manyam rimba (Galaeria filiformis), sempetir (Kingiodendron sp), sengkayang (Sapium discolor), kerintak (Shorea seminis), dan lilin (Urophyllum macrophyllum).

f. Hutan Kerangas

Hutan kerangas tidak pernah tergenang air dan terdapat di atas lapisan pasir berlempung. Hutan kerangas misalnya terdapat di Empaik dan Bukit Semujan. Tinggi rata-rata pohon sekitar 28 meter dengan tajuk tertinggi sekitar 37 meter. Lapisan serasah sekitar 0,5 kg/m2. rotan dan tumbuhan bawah banyak dijumpai. Demikian pula kantong semar seperti entuyuk (Nepenthes ampularia) dan samong kereh (N. mirabilis), enkabut (Lycopodium cernuum). Jenis-jenis yang umum dijumpai adalah bunan (Calophyllum macrocarpa), gurak (Cheilosa montana), malam (Diospyros sp), kelansau bukit (Dryobalanops sp), kertik bukit (Homalium sp), menggeris (Koompassia malaccensis), masang (Shorea laevis), rup (S. leprosula), balik (S. pauciflora), kerintak (S. seminis), pangerawan buaya (S. uliginosa), dan resak padi (Vatica cinerea).

g. Tipe-tipe hutan lainnya

Tipe-tipe hutan lain yang dijumpai adalah bawas atau hutan sekunder bekas perladangan gilir balik. Pada areal bekas lading ini jarang dijumpai jenis-jenis meranti. Jenis-jenis yang sering dijumpai adalah temelak (Buchanania sp), mentangur bukit (Calophyllum sp), samak dan ubah putih (Eugenia sp), ara (Ficus sp), kertik bukit (Homalium sp), lansat (Lansium sp), nipis kulit (Nephelium sp), nyatuh (Palaquium sp), dan kelusuk bukit (Pternandra sp).

Hutan meranti dataran kering terdapat di Bukit Semujan dan Menyukung. Jenis-jenis yang sering dijumpai adalah penyau (Anisoptera grossivenia), kayu malam (Diospyros sp), kelansau bukit (Dryobalanops sp), ubah putih (Eugenis sp), kertik bukit (Homalium sp), kempilik batu (Lithocarpus sp), medang bukit (Litsea sp), nyatuh (Palaquium sp), rup (Shorea leprosula), kerintak (S. seminis), kerintak patung (Shorea sp), barit (S. multiflora), tegelung (S. pachyphylla), resak bukit (Vatica sp), resak kemperas (Dipterocarpus crinitus), rukam (Flacourtia sp), belaban (Hopea sp), purang karong/mahang (Macaranga sp), kelusuk bukit (Pternandra sp), dan lilin (Urophyllum macrophyllum).

Selain tipe-tipe hutan yang telah dipaparkan di atas, di dalam TNDS juga terdapat semperai yang didominasi oleh jenis-jenis rumput musiman. Rumput musiman tumbuh di atas permukaan danau yang kering. Jenis-jenis rumput musiman ini mungkin sangat berguna sebagai makanan ikan. Di sekitar Sungai Kapuas dan dekat pemukiman penduduk sering dijumpai kumpai, yaitu rumput terapung. Tumbuhan penyusun kumpai terdiri atas Convolvulaceae, Cyperacea, Poaceae dan Polygonaceae.

Selain itu, lahan Gambut tropis tertua di dunia berada di kawasan TN. Danau Sentarum yang umumnya diperkirakan lebih dari 20.000 tahun. Luas gambut di kawasan TNDS yaitu seluas 55.338 Ha atau sekitar 41% dari luas kawasan. Jenis gambut berdasarkan tingkat kematangannya di dalam kawasan didominasi oleh gambut hemist seluas 30.608 Ha, gambut fibrist seluas 19.541 Ha, dan mineral kompleks seluas 5.189

{/tabs}

Tags: