Lupak Mawang, 8 Mei 2020. Zona Tradisional Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) diperuntukkan untuk kesejahteraan, dimana masyarakat dapat mengelola sumberdaya didalamnya secara lestari. Pemanfaatan tersebut dapat berupa pengambilan HHBK ataupun pemanfaatan ikan dengan sistem kuota, tidak luput didalamnya ada pemanfaatan tikung sebagai penghasil madu hutan.
“Tikung merupakan istilah untuk dahan buatan yang dipasang di pohon-pohon agar lebah bersarang di sana” jelas Ekhsan selaku Kepala Resort Lupak Mawang.
Ekhsan menerangkan bahwa selama pandemik Covid-19, meningkatkan imunitas tubuh menjadi penting dalam menjalankan tugas mengelola kawasan. Salah satu cara untuk meningkatkan imunitas tubuh yaitu dengan mengkonsumsi madu hutan, disinilah peran tikung menjadi penting, bukan hanya sekedar penghasil madu, namun juga sebagai penyokong ketahanan tubuh dari serangan Covid-19.
“Tikung yang menghasilkan madu hutan merupakan cikal bakal bagi peningkatan ekonomi masyarakat ditengah permintaan akan madu yang terus melonjak, tentunya dengan pengelolaan yang bijak dan teratur” tutur Desra Zullimansyah, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah V Selimbau.
Desra menyampaikan bahwa Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum sudah menunjukkan kinerja luar biasa ditengah pandemik Covid-19 seiring meningkatnya permintaan madu hutan yaitu melalui kerja sama dengan kelompok masyarakat (APDS dan APMB) dalam hal produksi dan pemasaran madu hutan.
Tingginya permintaan madu hutan yang selaras dengan peningkatan ekonomi masyarakat harus tetap menjaga prinsip kelestarian dan konsrvasi yang ada pada kawasan Taman Nasional Danau Sentarum. “Prinsip konservasi tetap menjadi prioritas kami selaku pengelola di tingkat tapak dalam menghadapi permintaan madu hutan yang semakin meningkat.” Pungkas Ekhsan,
Saat ini tercatat persediaan madu APDS (Asosiasi Periau Danau Sentarum) tersisa 2 ton dari persediaan panen terakhir pada bulan Februari sebanyak 10 ton. Madu hutan APDS telah memiliki sertifikat organik dari BIOCERT dan sertifikat Panen Lestari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dimana APDS merupakan yang pertama di Indonesia yang memiliki kedua sertifikat tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jaringan Madu Hutan Indonesia (JMHI), menjelaskan bahwa madu hutan dari Kawasam TNDS memiliki anti aging yang paling tinggi diantara madu hutan lainnya di Indonesia dan dari hasil uji lab mengandung Glukosa sebesar 72%, Sukrosa 4,72%, Keasaman 32,6 mgst/kg, padatan yang tidak larut dalam air 1,17%, dengan kadar air sebesar 20 s/d 18,24%.