Dirjen PSKL Kunjungi Kabupaten Kapuas Hulu Untuk Kejar Target 12,7 Juta Ha Perhutanan Sosial

Putussibau, 11 Desember 2017. Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Dirjen PSKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Bambang Suprianto mengunjungi Kabupaten Kapuas Hulu untuk mendorong penguatan peranan perhutanan sosial. Dalam sambutannya Bambang menegaskan bahwa kunjungannya ke Kapuas Hulu untuk memperkuat program perhutanan sosial sebagai program prioritas Presiden yang mencanangkan 12,7 juta hektar perhutanan sosial di Indonesia.

“Implementasi skema perhutanan sosial ini bisa diwujudkan dalam bentuk hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan adat, hutan rakyat, dan kemitraan sesuai dengan kondisi setempat” tegasnya pada acara “Implementasi Penguatan Program Perhutanan Sosial Melalui FORCLIME FC-TC di Kabupaten Kapuas Hulu (11/12/17)

Mantan Kepala Biro Perencanaan KLHK ini juga menyatakan apresiasinya atas kerjasama pemerintah Indonesia dan Jerman melalui Forest Climate Change Program (FORCLIME) yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan, terutama yang bermukim di dalam dan di sekitar kawasan hutan, melalui praktik pengelolaan hutan lestari dan konservasi.” Saat ini sudah ada 5 (lima) desa binaan FORCLIME yang berhasil mendapatkan Hak Pengelolaan Hutan Desa, yaitu 2 (dua) Hutan Desa di Kabupaten Berau dan 3 (tiga) Hutan Desa di Kabupaten Kapuas Hulu” tuturnya.

Lebih lanjut Bambang menekankan komitmen Dirjen PSKL untuk bersama-sama dengan KPH, KSDAE, Pemerintah Daerah, LSM, akademisi, swasta, pers, dan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan untuk mampu memanfaatkan momentum ini untuk bekerjasama membangun Kabupaten Kapuas Hulu dengan pengelolaan Perhutanan Sosial yang berkesinambungan. Tantangan di era teknologi digital saat ini juga harus menjadi perhatian serius karena informasi mudah dan cepat didapatkan masyarakat karenanya seluruh stakeholder harus berpikir inovatifdan aplikatif. “Masyarakat pedesaan sekarang sudah mulai berpikir kritis, mereka tidak mudah percaya dengan kata-kata ajakan dan anjuran belaka” tegasnya. Ditambahkan Bambang pengelolaan 3 Desa binaan FORCLIME di Kapuas Hulu harus mengedepankan potensi lokal seperti madu. HHBK lainnya juga berpotensi dikembangkan di Kapuas Hulu, seperti tanaman puri, bambu, dan rotan yang ditanam melalui sistem agroforestry yang dikembangkan Wilayah Hutan Desa di sekitar Danau Siawan dan pengembangan silvofishery seperti di Desa Bunut Hulu . “saya mendapatkan bingkisan madu hutan yang dipanen secara lestari dari petani madu Kapuas Hulu. Budidaya semi alami-nya menggunakan alat yang biasa disebut tikung. Sangat menarik dan bagus sekali untuk dikembangkan” ujarnya.

Menutup sambutannya mantan Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Hutan Konservasi (PJLHK) ini berharap dengan kegiatan ini pengembangan perhutanan sosial di Kapuas Hulu dapat lebih baik lagi. “Saya mengharapkan kegiatan ini menghasilkan manfaat untuk implementasi program perhutanan sosial yang lebih baik dan lebih efektif” pungkasnya.

Komitmen KLHK mengembangkan Perhutanan Sosial melalui hutan adat juga didukung oleh seluruh pemangku kepentingan termasuk Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS). Hal ini ditegaskan Kepala Balai TNBKDS Arief Mahmud dalam sambutannya. Komitmen nyata BBTKNBKDS dalam mengembangkan perhutanan sosial disampaikan saat menjadi narasumber pada Seminar dan Lokakarya Identifikasi dan Menyepakati Simpul Koordinasi Temenggung dan Punggawa Kapuas Hulu, yang diprakarsai oleh teman-teman pengurus Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kapuas Hulu dan WWF Indonesia Program Kalimantan Barat pada 8/11/2017 di Putussibau.

“Salah satu poin menarik dan perlu mendapat respon dari pemerintah adalah tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 tentang pengakuan masyarakat hukum adat dan hutan adatnya” tegas Arief.

Selain itu Arief menuturkan bahwa TNBK dan TNDS, adalah kawasan konservasi yang sesuai dengan peraturan perundang – undangan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat, yang hidup dan tinggal baik di dalam maupun yang diluar kawasan TNBK dan TNDS.

Ditambahkannya, PP Nomor 28 tahun 2011 menyatakan bahwa untuk kepentingan strategis nasional di dalam kawasan taman nasional dapat dilakukan kerjasama pembangunan untuk kepentingan pertahanan dan keamanan negara, transportasi, sarana komunikasi dan jaringan listrik. Ditambahkannya program pemberdayaan masyarakat di Taman Nasional salah satunya dapat dimanfaatkan untuk pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat.

“Mengenai adanya klaim hutan adat di dalam kawasan TNBK atau TNDS, kami sama sekali tidak mempermasalahkan, kami justru ingin mendorong kepada semua pihak agar klaim tersebut dapat kita wujudkan dalam bentuk yang legal sesuai ketentuan yang ada” tegas Arief.

Untuk itu lembaganya mendorong untuk mewujudkan harapan dari masyarakat adat agar mendapatkan penetapan dari pemerintah sebagai masyarakat hukum adat dan selanjutnya dapat memproses untuk mendapatkan penetapan hutan adat secara legal formal.

“Aturan mengenai masyarakat hukum adat, tentang hutan adat sudah ada, tinggal bagaimana kita semua para pihak yang memiliki kewenangan berdiskusi dan merumuskan kebijakan terhadap hal tersebut”ujarnya.

Menutup sambutannya orang nomor satu di BBTNBKDS ini berharap pertemuan ini mampu menghasilkan langkah konkrit mewujudkan harapan masyarakat adat di Kapuas Hulu. Satu hal yang harus dilakukan adalah membentuk panitia masyarakat adat sebagai langkah awal mewujudkan hutan adat sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat serta masyarakat hukum adat yang dikukuhkan melalui peraturan daerah sesuai Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

“Moloelalui pertemuan ini dapat disepakati untuk mendorong dibentuknya panitia masyarakat hukum adat yang nantinya bertugas melakukan identifikasi, verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat yang hasilnya akan disampaikan kepada Bupati untuk menjadi pertimbangan penetapan masyarakat hukum adat” tutup Arief.

Senada dengan Kepala BBTNBKDS, Bupati Kapuas Hulu H.M Nasir dalam sambutannya menilai perlu adanya peraturan daerah yang legal formal untuk menetapkan kawasan hutan adat. Orang nomor satu di Kapuas Hulu ini berharap pertemuan dengan Dirjen PSKL dan seluruh stakeholder ini mampu merumuskan kebijakan penetapan hutan adat sebagai mana yang diamanahkan pada Putusan Mahmakah Konstitusi No.35/PUU-X/2012. Ditambahkannya, saat ini banyak masyarakat yang mengatasnamakan dirinya masyarakat hukum adat berusaha mendapatkan hak-hak adatnya namun belum terverifikasi dengan baik.

“Tentang hal ini (hutan adat) kita pemerintah perlu menjamin legalitas hak-hak tersebut. Legalitas keberadaan masyarakat umum adat masih memerlukan perangkat hukum di tingkat daerah yaitu peraturan daerah dan surat keputusan kepala daerah” tuturnya.

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kapuas Hulu melalui ketuanya Rajuliansyah mengatakan bahwa Negara telah mengakui hak-hak masyarakat adat termasuk hutan adat sehingga menjadi kewajiban bagi eksekutif, legislatif dan yudikatif dengan dukungan LSM, akademisi dan seluruh stakeholder untuk mewujudkannya. Selain itu dia juga menegaskan bahwa untuk mendapatkan jaminan hak pengelolaan hutan adat maka langkah awal adalah menetapkan terlebih dahulu secara legal formal terkait masyarakat hukum adatnya.

“Kita semua punya peran untuk mewujudkan harapan masyarakat adat tersebut, mari kita bangun komunikasi dan koordinasi yang baik, dalam koridor-koridor yang ditetapkan oleh Negara Republik Indonesia” tegasnya.

Tags:

Leave a comment